BREAKING NEWS

Politik

Travel

Technology

Menganalisa Seorang Jurnalis



 
Menganalisa Jurnalis

Kebanyakan orang mengenal Jurnalis atau wartwan hanyalah seorang pencari berita, namun hal ini menurut saya kurang cocok karena seorang Jurnalis bukanlah pencari berita belaka, namun seorang Jurnalis merupakan Profesional seperti halnya Dokter, Bidan, Guru, Dosen atau Pengacara, sehingga pada saat ini profesi Jurnalis banyak diminati, karena itu semua tak lepas dari aspek kesejahteraan bekerja sebagai seorang Jurnalis yang memiliki citra yang relatif tinggi dibanding profesi lainya. Tetapi menjadi Jurnalis itu harus dibarengi dengan ilmu dan keterempilan yang kompeten agar menjadi seorang Jurnalis yang Profesional.
Pada Zaman era digital seperti sekarang ini banyak Jurnalis yang mengesampingkan ilmu dibandingkan keterampilannya, karena kemajuan teknologi yang semakin berkembang pesat, hal ini yang menyebabkan banyaknya kekurangan validitas dalam mencari, memperoleh dan menyebarluaskan berita, banyak orang yang ingin menjadi seorang Jurnalis tetapi tidak mau menempuh bangku kuliah, mereka cenderung memilih kursus dengan alasan jenjang waktu yang singkat dan biaya yang tidak begitu mahal, padahal ini bisa menimbulkan perspektif yang tidak baik dimasyarakat, karena beranggapan menjadi seorang Jurnalis itu mudah dengan hanya bermodalkan kursus tanpa harus menimba ilmu dengan kuliah.
Dengan berkaca kepada dunia Jurnalistik, Jurnalis harus mempunyai keterampilan dan keahlian dalam mencari berita dengan “insting” yang tinggi agar suatu peristiwa layak dijadikan berita yang bermakna dan mengundang khalayak, serta keahlian meliput, karena seorang jurnalis harus mampu mencari dan meliput peristiwa apa saja yang terjadi dalam situasi dan kondisi apapun, tetapi keahlian-keahlian tersebut tidak dapat diperoleh secara instan dan mudah, karena harus melewati proses yang panjang, karenanya seorang Jurnalis harus mengutamakan kedua-duanya, agar memahami dan mengerti seluk-beluk proses kegiatan Jurnalistik dengan ditopang ilmu yang memadai, dengan itu Jurnalis bisa dikatakan profesional dalam bekerja maupun berkarya, karena dalam bidang Jurnalistik tidak bisa hanya mengandalkan ilmu belaka tetapi harus juga dengan keterampilan yang terlatih dalam bidangnya, karena jika hanya digunakan salah satunya saja bisa mempengaruhi hasil dari pekerjaannya.
Terkadang ada suatu peristiwa atau fakta yang penting dan bernilai berita tinggi, namun karena diproses dan disebarkan asal jadi, maka berita itu menjadi berita yang tidak bermakna serta tidak berhasil mengundang perhatian khalayak, sebaliknya jika peristiwa atau fakta yang tidak benilai berita tinggi dan tidak begitu bermakna namun karena diproses dengan teknik penyajian berita yang tepat maka hasilnya akan mendapatkan perhatian yang besar dari khalayak. Maka sudah seharusnya seorang Jurnalis harus profesional dalam bidangnya dengan mengutamakan ilmu yang dibarengi dengan keterampilan yang terlatih, agar kedepannya dunia Jurnalistik bisa menuntun bangsa ini kearah yang lebih baik dan maju.

Pengertian Jurnalistik

Pengertian Jurnalistik

Pengertian istilah jurnalistik dapat ditinjau dari tiga sudut pandang: harfiyah, konseptual, dan praktis.

1.      Secara harfiyah, jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau kepenulisan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day). Asal-muasalnya dari bahasa Yunani kuno, “du jour” yang berarti hari, yakni kejadian hari ini yang diberitakan dalam lembaran tercetak.

2.      Secara konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang: sebagai proses, teknik, dan ilmu.
a)      Sebagai proses, jurnalistik adalah “aktivitas” mencari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melalui media massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan (jurnalis).
b)      Sebagai teknik, jurnalistik adalah “keahlian” (expertise) atau “keterampilan” (skill) menulis karya jurnalistik (berita, artikel, feature) termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara.
c)      Sebagai ilmu, jurnalistik adalah “bidang kajian” mengenai pembuatan dan penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikiran, ide) melalui media massa.

Jurnalistik termasuk ilmu terapan (applied science) yang dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan dinamika masyarakat itu sendiri. Sebaga ilmu, jurnalistik termasuk dalam bidang kajian ilmu komunikasi, yakni ilmu yang mengkaji proses penyampaian pesan, gagasan, pemikiran, atau informasi kepada orang lain dengan maksud memberitahu, mempengaruhi, atau memberikan kejelasan.
Menurut Kris Budiman, jurnalistik (journalistiek, Belanda) bisa dibatasi secara singkat sebagai kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran media tertentu. Jurnalistik mencakup kegiatan dari peliputan sampai kepada penyebarannya kepada masyarakat. Sebelumnya, jurnalistik dalam pengertian sempit disebut juga dengan publikasi secara cetak. Dewasa ini pengertian tersebut tidak hanya sebatas melalui media cetak seperti surat kabar, majalah, dsb., namun meluas menjadi media elektronik seperti radio atau televisi. Berdasarkan media yang digunakan meliputi jurnalistik cetak (print journalism), elektronik (electronic journalism). Akhir-akhir ini juga telah berkembang jurnalistik secara tersambung (online journalism).
Jurnalistik atau jurnalisme, menurut Luwi Ishwara (2005), mempunyai ciri-ciri yang penting untuk kita perhatikan.
a. Skeptis
Skeptis adalah sikap untuk selalu mempertanyakan segala sesuatu, meragukan apa yang diterima, dan mewaspadai segala kepastian agar tidak mudah tertipu. Inti dari skeptis adalah keraguan. Media janganlah puas dengan permukaan sebuah peristiwa serta enggan untuk mengingatkan kekurangan yang ada di dalam masyarakat. Wartawan haruslah terjun ke lapangan, berjuang, serta menggali hal-hal yang eksklusif
b. Bertindak (action)
Wartawan tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati dengan ketajaman naluri seorang wartawan
c. Berubah
Perubahan merupakan hukum utama jurnalisme. Media bukan lagi sebagai penyalur informasi, tapi fasilitator, penyaring dan pemberi makna dari sebuah informasi
d. Seni dan Profesi
Wartawan melihat dengan mata yang segar pada setiap peristiwa untuk menangkap aspek-aspek yang unik.
e. Peran Pers
sebagai pelapor, bertindak sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa-peristiwa di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka. Selain itu, pers juga harus berperan sebagai interpreter, wakil publik, peran jaga, dan pembuat kebijaksanaan serta advokasi.
.
Secara praktis, jurnalistik adalah proses pembuatan  informasi atau berita (news processing) dan penyebarluasannya melalui media massa. Dari pengertian kedua ini, kita dapat melihat adanya empat komponen dalam dunia jurnalistik: informasi, penyusunan informasi, penyebarluasan informasi, dan media massa.
Berita
Ketika membahas mengenai jurnalistik, pikiran kita tentu akan langsung tertuju pada kata “berita” atau “news”. Lalu apa itu berita? Berita (news) berdasarkan batasan dari Kris Budiman adalah laporan mengenai suatu peristiwa atau kejadian yang terbaru (aktual); laporan mengenai fakta-fakta yang aktual, menarik perhatian, dinilai penting, atau luar biasa. “News” sendiri mengandung pengertian yang penting, yaitu dari kata “new” yang artinya adalah “baru”. Jadi, berita harus mempunyai nilai kebaruan atau selalu mengedepankan aktualitas. Dari kata “news” sendiri, kita bisa menjabarkannya dengan “north”, “east”, “west”, dan “south”. Bahwa si pencari berita dalam mendapatkan informasi harus dari keempat sumber arah mata angin tersebut.
Selanjutnya berdasarkan jenisnya, Kris Budiman membedakannya menjadi “straight news” yang berisi laporan peristiwa politik, ekonomi, masalah sosial, dan kriminalitas, sering disebut sebagai berita keras (hard news). Sementara “straight news” tentang hal-hal semisal olahraga, kesenian, hiburan, hobi, elektronika, dsb., dikategorikan sebagai berita ringan atau lunak (soft news). Di samping itu, dikenal juga jenis berita yang dinamakan “feature” atau berita kisah. Jenis ini lebih bersifat naratif, berkisah mengenai aspek-aspek insani (human interest). Sebuah “feature” tidak terlalu terikat pada nilai-nilai berita dan faktualitas. Ada lagi yang dinamakan berita investigatif (investigative news), berupa hasil penyelidikan seorang atau satu tim wartawan secara lengkap dan mendalam dalam pelaporannya.
Nilai Berita
Sebuah berita jika disajikan haruslah memuat nilai berita di dalamnya. Nilai berita itu mencakup beberapa hal, seperti berikut.
1.       Objektif: berdasarkan fakta, tidak memihak.
2.       Aktual: terbaru, belum “basi”.
3.       Luar biasa: besar, aneh, janggal, tidak umum.
4.       Penting: pengaruh atau dampaknya bagi orang banyak; menyangkut orang penting/terkenal.
5.       Jarak: familiaritas, kedekatan (geografis, kultural, psikologis).
Lima nilai berita di atas menurut Kris Budiman sudah dianggap cukup dalam menyusun berita. Namun, Masri Sareb Putra dalam bukunya “Teknik Menulis Berita dan Feature”, malah memberikan dua belas nilai berita dalam menulis berita (2006: 33). Dua belas hal tersebut di antaranya adalah:
1.       sesuatu yang unik,
2.       sesuatu yang luar biasa,
3.       sesuatu yang langka,
4.       sesuatu yang dialami/dilakukan/menimpa orang (tokoh) penting,
5.       menyangkut keinginan publik,
6.       yang tersembunyi,
7.       sesuatu yang sulit untuk dimasuki,
8.       sesuatu yang belum banyak/umum diketahui,
9.       pemikiran dari tokoh penting,
10.   komentar/ucapan dari tokoh penting,
11.   kelakuan/kehidupan tokoh penting, dan
12.   hal lain yang luar biasa.
Dalam kenyataannya, tidak semua nilai itu akan kita pakai dalam sebuah penulisan berita. Hal terpenting adalah adanya aktualitas dan pengedepanan objektivitas yang terlihat dalam isi tersebut.

Anatomi Berita dan Unsur-Unsur
Seperti tubuh kita, berita juga mempunyai bagian-bagian, di antaranya adalah sebagai berikut.
1.       Judul atau kepala berita (headline).
2.       Baris tanggal (dateline).
3.       Teras berita (lead atau intro).
4.       Tubuh berita (body).
Bagian-bagian di atas tersusun secara terpadu dalam sebuah berita. Susunan yang paling sering didengar ialah susunan piramida terbalik. Metode ini lebih menonjolkan inti berita saja. Atau dengan kata lain, lebih menekankan hal-hal yang umum dahulu baru ke hal yang khusus. Tujuannya adalah untuk memudahkan atau mempercepat pembaca dalam mengetahui apa yang diberitakan; juga untuk memudahkan para redaktur memotong bagian tidak/kurang penting yang terletak di bagian paling bawah dari tubuh berita (Budiman 2005) . Dengan selalu mengedepankan unsur-unsur yang berupa fakta di tiap bagiannya, terutama pada tubuh berita. Dengan senantiasa meminimalkan aspek nonfaktual yang pada kecenderuangan akan menjadi sebuah opini.
Untuk itu, sebuah berita harus memuat “fakta” yang di dalamnya terkandung unsur-unsur 5W + 1H. Hal ini senada dengan apa yang dimaksudkan oleh Lasswell, salah seorang pakar komunikasi (Masri Sareb 2006: 38).
  • Who - siapa yang terlibat di dalamnya?
  • What – apa yang terjadi di dalam suatu peristiwa?
  • Where – di mana terjadinya peristiwa itu?
  • Why – mengapa peristiwa itu terjadi?
  • When – kapan terjadinya?
  • How – bagaimana terjadinya?
Tidak hanya sebatas berita, bentuk jurnalistik lain, khususnya dalam media cetak, adalah berupa opini. Bentuk opini ini dapat berupa tajuk rencana (editorial), artikel opini atau kolom (column), pojok dan surat pembaca.
Sumber Berita
Hal penting lain yang dibutuhkan dalam sebuah proses jurnalistik adalah pada sumber berita. Ada beberapa petunjuk yang dapat membantu pengumpulan informasi, sebagaimana diungkapkan oleh Eugene J. Webb dan Jerry R. Salancik (Luwi Iswara 2005: 67) berikut ini.
  • Observasi langsung dan tidak langsung dari situasi berita.
  • Proses wawancara.
  • Pencarian atau penelitian bahan-bahan melalui dokumen publik.
  • Partisipasi dalam peristiwa.
Kiranya tulisan singkat tentang dasar-dasar jurnalistik di atas akan lebih membantu kita saat mengerjakan proses kreatif kita dalam penulisan jurnalistik.
Sumber bacaan:
Budiman, Kris. 2005. “Dasar-Dasar Jurnalistik: Makalah yang disampaikan dalam Pelatihan Jurnalistik — Info Jawa 12-15 Desember 2005. Dalam www.infojawa.org.
Ishwara, Luwi. 2005. “Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar”. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Putra, R. Masri Sareb. 2006. “Teknik Menulis Berita dan Feature”. Jakarta: Indeks

Sejarah Singkat Jurnalistik

Awal mulanya muncul jurnalistik dapat diketahui dari berbagai literatur tentang sejarah jurnalistik senantiasa merujuk pada “Acta Diurna” pada zaman Romawi Kuno masa pemerintahan kaisar Julius Caesar (100-44 SM).
“Acta Diurna”, yakni papan pengumuman (sejenis majalah dinding atau papan informasi sekarang), diyakini sebagai produk jurnalistik pertama; pers, media massa, atau surat kabar harian pertama di dunia. Julius Caesar pun disebut sebagai “Bapak Pers Dunia”.
Sebenarnya, Caesar hanya meneruskan dan mengembangkan tradisi yang muncul pada permulaan berdirinya kerajaan Romawi. Saat itu, atas peritah Raja Imam Agung, segala kejadian penting dicatat pada “Annals”, yakni papan tulis yang digantungkan di serambi rumah. Catatan pada papan tulis itu merupakan pemberitahuan bagi setiap orang yang lewat dan memerlukannya.
Saat berkuasa, Julius Caesar memerintahkan agar hasil sidang dan kegiatan para anggota senat setiap hari diumumkan pada “Acta Diurna”. Demikian pula berita tentang kejadian sehari-hari, peraturan-peraturan penting, serta apa yang perlu disampaikan dan diketahui rakyatnya. Papan pengumuman itu ditempelkan atau dipasang di pusat kota yang disebut “Forum Romanum” (Stadion Romawi) untuk diketahui oleh umum.
Berita di “Acta Diurna” kemudian disebarluaskan. Saat itulah muncul para “Diurnarii”, yakni orang-orang yang bekerja membuat catatan-catatan tentang hasil rapat senat dari papan “Acta Diurna” itu setiap hari, untuk para tuan tanah dan para hartawan.
Dari kata “Acta Diurna” inilah secara harfiah kata jurnalistik berasal yakni kata “Diurnal” dalam Bahasa Latin berarti “harian” atau “setiap hari.” Diadopsi ke dalam bahasa Prancis menjadi “Du Jour” dan bahasa Inggris “Journal” yang berarti “hari”, “catatan harian”, atau “laporan”. Dari kata “Diurnarii” muncul kata “Diurnalis” dan “Journalist” (wartawan).
Dalam sejarah Islam, seperti dikutip Kustadi Suhandang (2004), cikal bakal jurnalistik yang pertama kali di dunia adalah pada zaman Nabi Nuh. Saat banjir besar melanda kaumnya, Nabi Nuh berada di dalam kapal beserta sanak keluarga, para pengikut yang saleh, dan segala macam hewan.
Untuk mengetahui apakah air bah sudah surut, Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke luar kapal untuk memantau keadaan air dan kemungkinan adanya makanan. Sang burung dara hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun dipatuk dan dibawanya pulang ke kapal. Nabi Nuh pun berkesimpulan air bah sudah mulai surut. Kabar itu pun disampaikan kepada seluruh penumpang kapal.
Atas dasar fakta tersebut, Nabi Nuh dianggap sebagai pencari berita dan penyiar kabar (wartawan) pertama kali di dunia. Kapal Nabi Nuh pun disebut sebagai kantor berita pertama di dunia.

Communication

kata motivasi

Keputusan

Langkah pertama yang diperlukan untuk mendapatkan hal-hal yang Anda inginkan dalam hidup adalah memutuskan apa yang Anda inginkan.

Waktu

Tak ada waktunya untuk bersikap monoton dalam kejenuhan. Ada waktunya untuk bekerja. Dan ada waktu untuk cinta. Kedua hal itu tidak menyiksakan waktu untuk hal yang lainnya.

Menghargai

Sampai Anda menghargai diri Anda sendiri, Anda tak akan menghargai waktu Anda. Sampai Anda menghargai waktu Anda, Anda tak akan bisa melakukan apa-apa terhadapnya.

Kesempatan

Jika jendela kesempatan muncul, jangan turunkan tirainya.

Fokus untuk Hari Esok

Gunakan delapan puluh persen waktu Anda untuk fokus pada kesempatan di hari esok daripada memikirkan masalah di hari kemarin.

Langkah Pertama

Ambil langkah pertama dengan yakin. Anda tidak perlu melihat keseluruhan anak tangga, ambil saja langkah pertama.

Kekuatan Mimpi

Mimpilah dengan manusiawi dan mulia, maka mimpi-mimpi akan menjadi nabi.

Menggapai Mimpi

Cara terbaik untuk membuat mimpi Anda menjadi kenyataan adalah dengan bangun dari tidur.

Mimpilah

Pegang erat-erat mimpi-mimpi Anda, sebab mimpi-mimpi yang mati membuat hidup tak ubahnya laksana burung dengan sayap patah yang tidak dapat terbang.

Melewati Batas

Satu-satunya cara untuk menemukan batas dari kemungkinan adalah dengan melewati batas ketidakmungkinan.
 
Copyright © 2013 Pramdia Arhando
Shared by WpCoderX